MEA

Manusia dengan segala kemampuaannya untuk beradaptasi tentu akan menggunakan kemampuan untuk memprediksi masa depannya untuk fungsi adaptasi tersebut.
Adaptasi untuk mengatasi berbagai macam perubahan di masa yang akan datang juga diperlukan pada bidang pertanian. Bidang pertanian telah banyak berubah seiring dengan perubahan teknologi yang telah terjadi. Semenjak penggunaak hasil teknologi baik pada alat pertanian maupun input budidaya pertanian seperti benih unggul telah banyak merubah wajah pertanian di dunia. Penemuan benih padi seperti IR, Membramo dll merupakan hasil rekayasa teknologi yang merupakan jawaban bidang pertanian atas tuntutan perubahan zaman. Pertanian modern juga telah menolak teori terkemuka dari Malthus yang menyatakan bahwa manusia akan bertambah sesuai derey hitung sedangkan bahan makanan akab bertambah sesuai deret ukur. Malthus saat itu melupakan faktor teknologi yang ternyata membuat pertanian samapai saat ini masih mampu untuk menyediakan tidak hanya bahan makanan tetapi juga raw material untuk sektor industri.
Lalu, seperti apakah gambaran dunia pertanian di masa yang akan datang? Masihkah sektor pertanian menjawab tantangan zaman untuk memenuhi bahan makanan untuk manusia di muka planet bumi ini yang diperkirakan akan berjumlah 50 miliar pada tahun 2050 nanti? Atau manusia akan kekurangan bahan makanan dan bahan baku alam untuk memenuhi kebutuhannya.
2. MANFAAT MEA
Menurut data Sekretariat
ASEAN yang dilansir oleh Kementerian Perdagangan, dalam pertemuan Senior
Economic Officials Meetings ASEAN di Nay Pyi Taw, Myanmar, Ahad, 24 Agustus
2014, disebutkan bahwa MEA telah memberi banyak manfaat bagi negara-negara
anggotanya. Berikut ini manfaat MEA bagi Indonesia:
·
Kemiskinan
Turun dari 45 persen pada 1990 menjadi 15,6 persen pada 2010.
Turun dari 45 persen pada 1990 menjadi 15,6 persen pada 2010.
·
KelasMenengah
Naik dari 15 persen (1990) menjadi 37 persen (2010).
Naik dari 15 persen (1990) menjadi 37 persen (2010).
·
Investasi
-Tumbuh dari US$ 98 miliar (2010) menjadi US$ 110 miliar (2012).
-Khusus Indonesia, investasi tumbuh dari US$ 13,8 miliar (2010) menjadi US$ 19,9 miliar (2012).
-Tumbuh dari US$ 98 miliar (2010) menjadi US$ 110 miliar (2012).
-Khusus Indonesia, investasi tumbuh dari US$ 13,8 miliar (2010) menjadi US$ 19,9 miliar (2012).
·
Produk Domestik Bruto
-PDB 2011 berkembang 5,7 persen dengan nilai US$ 2,31 triliun.
-PDB per kapita berkembang dari US$ 965 (1998) menjadi US$ 3.601 (2011).
-PDB 2011 berkembang 5,7 persen dengan nilai US$ 2,31 triliun.
-PDB per kapita berkembang dari US$ 965 (1998) menjadi US$ 3.601 (2011).
3.
DAMPAK
BURUK MEA
·
Barang-barangproduksidalamnegritergangguakibatmasuknyabarangimpor
yang dijuallebihmurahdalamnegri yang menyebabkan industry
dalamnegrimengalamikerugianbesar,
·
Orang-orang
asingakanlebihleluasamengekploitasialam Indonesia.
·
Persaingan
yang sangatketat. Nah, jikakitakalahbersaingmakapengangguranakanmerajaleladantentunyakemiskinanakansemakinbanyak.
4. MEA DI BIDANG PERTANIAN
tiga tahun ke depan adalah fokus pada swasembada Pemerintahan
baru kabinet kerja melaui Kementerian Pertanian dan terkait menargetkan
swasembada pangan terutama beras, jangung dan kedelai untuk lima tahun
mendatang. Prioritas utama selama beras yang merupakan kebutuhan pokok nasional
dan menjadi sumber pendapatan utama petani khususnya di pedesaan. Target
tersebut dalam upaya meningkatkan kesejahteraan petani sekaligus mengurangi
kran impor sehingga petani memiliki gairah untuk memproduksi pangan. Tidak main
main, dalam upaya peningkatan swasembada tersebut pemerintah melalukan
langkah awal yaitu perbaikan dan peningkatan input input produksi salah satunya
adalah infrastruktur irigasi sebagai sumber input penting dalam meningkatkan
produksi padi.
Diantara kebijakan serius pemerintah tersebut, Indonesia
dihadapkan langsung pada kerjasama atau konsekuensi dari Masyarakat Ekonomi
ASEAN. Dimana mulai tahun 2015 Indonesia sudah memasuki Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA) di mana sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang harus
siap bersaing dengan sektor pertanian dari negara ASEAN lainnya. Namun, dalam
kenyataannya sektor pertanian Indonesia masih dihadapkan pada berbagai masalah.
Permasalahan pada sektor pertanian: Kertama berupa permasalahan lahan khususnya
yang terkait dengan ketersediaan, laju konversi, kualitas, kecilnya luas
garapan, serta statuskepemilikan garapan, Keduaadalah
permasalahan infrastruktur khususnya terkait kerusakan dan keterbatasan
jaringan irigasi serta sarana transportasi pertanian. Ketigaadalah
permasalahan benih khususnya terkait dengan sistem dan kelembagaaan penyediaan
benih, Keempat adalah permasalahan regulasi dan
kelembagaan khususnya terkait perizinan dan organisasi petani, Kelima adalah permasalahan sumber daya
manusia. Khususnya, kemampuan terkait dengan teknologi, menurunnya minat
generasi muda di sektor pertanian, dan kapasitas tenaga pelayanan pertanian di
lapangan, dan Keenam adalah permodalan khususnya akses
petani untuk mendapatkan perkreditan.
Di samping sejumlah permasalahan pertanian tersebut,
sektor pertanian juga dihadapkan pada sejumlah tantangan yang perlu
diantisipasi: (1) Perubahan iklim, (3) Kondisi perekonomian global yang belum
sepenuhnya pulih dari krisis, (3) Gejolak harga pangan, (4) Bencana alam, (5)
Pertumbuhan penduduk, (6) Tuntutan sistem distribusi antarpulau secara lebih
efisien serta ketujuh tingginya laju urbanisasi.Salah satu jantung perekonomian
Indonesia adalah pertanian. Peningkatan keunggulan komparatif di sektor
prioritas integrasi, antara lain adalah pembangunan pertanian perlu terus
dilakukan, mengingat bahwa luas daratan yang dimiliki Indonesia lebih besar dan
tingkat konsumsi yang tinggi terhadap hasil pertanian.Tindakan pemerintah untuk
menopang komitmen Indonesia dalam mewujudkan AEC 2015 melalui penerbitan
Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Usaha yang Tertutup
dan Bidang Usaha Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal,
dipandang hanya akan memberikan keuntungan bagi pihak-pihak tertentu, bukan
petani Indonesia. Perpres tersebut mengatur mengenai: (1) Investasi
asing diperbolehkan hingga 49% untuk usaha budidaya tanaman pangan seluas lebih
dari 25 hektar, (2) Investasi asing diperbolehkan hingga 95% untuk usaha
perkebunan dalam hal perbenihan bagi usaha seluas lebih dari 25 hektar, dan (3)
Investasi asing diperbolehkan hingga 30% untuk usaha perbenihan dan budidaya
hortikultura.
Melihat bahwa sektor pertanian masih tertinggal dan
dibebani volume impor komoditas pangan dan hortikultura; kegagalan panen akibat
kemarau dan gangguan hama; serta petani Indonesia rata-rata berusia 55-60 tahun
dan tidak memiliki pengetahuan dan pendidikan yang memadai akan menyulitkan
memasuki pasar bebas ASEAN.
Indonesia dengan populasi luas kawasan dan ekonomi
terbesar di ASEAN, dapat menggerakkan pemerintah untuk lebih tanggap terhadap
kepentingan nasional, khususnya pertanian.Pemerintah perlu mengambil
langkah-langkah: (1) Menghitung kesiapan dan daya dukung nasional dalam
menghadapi pasar bebas ASEAN. Untuk itu Perpres No.39/2014 perlu
dievaluasi mengingat sangat merugikan petani Indonesia, (2) Mendongkrak
kapasitas produksi, kualitas pengetahuan dan permodalan agar Indonesia tidak
bergantung pada impor, (3) Menyiapkan perlindungan bagi petani dengan penetapan
tarif maksimal untuk produk impor, dan (4) Menyediakan subsidi dan pengadaan
kredit lunak bagi petani guna meningkatkan kemampuan mereka memasok kebutuhan
pertanain seperti benih dan pupuk.
Upaya upaya penting pemerintah tersebut tidak hanya
memerlukan dukungan berbagai pihak khsusnya petani dan masyarakat, namun secara
institusi seluruh stakeholder yang bergerak di bidang pertanian harus
mengoptimalkan peranya masing masing dalam upaya mengambil keuntungan sebesar
besarnya dari MEA
SUMBER :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar